Tuesday, January 5, 2010

Pengertian Riba

B. Tafsir Pertahapan Surat
 Wahyu Pertama (Ar-Rum : 39)

وَمَآءَاتَيْتُم مِّن رِّبًا لِيَرْبُوا فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلاَ يَرْبُوا عِندَ اللهِ وَمَآءَاتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللهِ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ {39}
Arti : Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).

Sayyid Qutub dalam Fi Zhilalil Quran mengatakan inilah dasar teori Islam dalam masalah harta. Kepada dasar ini, seluruh perincian dalam teori ekonomi Islam kembali. Selama harta itu adalah harta Allah, maka ia dengan demikian tunduk kepada apa saja yang ditetapkan oleh Allah baginya, sebagai pemilik harta yang pertama, baik dalam masalah cara memilikinya maupun dalam cara mengembangkannya, atau juga dalam cara menggunakannya. Sehingga, orang yang memegang harta tak dapat bebas memperlakukan harta itu semaunya.
Di sini Al-Quran mengarahkan para pemilik harta yang Allah pilih untuk menjadi pemegang amanah harta itu, kepada jalan yang paling baik dalam mengembangkan harta itu. Yaitu, dengan berinfak kepada para kerabat, orang miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan, serta menginfakkan secara umum di jalan Allah.
Tetapi sebagian mereka ada yang berusaha mengembangkan harta dengan memberikan hadiah kepada orang-orang kaya, agar hadiah tersebut di balas berlipat-lipat! Maka, Allah menjelaskan kepada mereka bahwa ini bukan jalan yang benar dalam mengembangkan harta secara hakiki.
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah..”
Inilah yang disebut oleh beberapa riwayat tentang maksud ayat tersebut, meskipun nashnya dengan dimutlakkan akan mencakup seluruh wasilah yang ingin digunakan oleh pemilik harta guna mengembangkan hartanya dengan cara riba dalam bentuk yang bagaimanapun. Juga menjelaskan kepada mereka pada waktu yang sama tentang cara yang hakiki untuk mengembangkan harta.
“Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
Ini adalah wasilah yang terjamin untuk melipatgandakan harta. Yaitu, dengan tanpa balasan dan tanpa menunggu ganti dari manusia. Ia melakukannya semata untuk mendapat keridhaan Allah. Bukankah Dia yang membukakan rezeki dan menetapkannya? Bukankah Dia yang memberikan rezeki kepada manusia atau tak memberikannya?
Maka, Dialah yang dapat melipatgandakan harta itu bagi orang-orang yang menginfakkannya dengan tujuan mendapatkan keridhaan-Nya. Dia pula yang mengurangi harta orang-orang yang menjalankan riba yang bertujuan mendapatkan perhatian manusia. Itu adalah perhitungan dunia, sementara berinfak adalah perhitungan akhirat, dan padanya terdapat berlipat-lipat ganda keuntungan. Dan, ia adalah perdagangan yang menguntungkan di sini dan di sana.
Reply With Quote

No comments:

Post a Comment